Perjalanan Yuki di Pesantren Fauzan

Di Pesantren Fauzan, menjadi santri bukan sekadar belajar dan beribadah. Ada tugas berat yang harus dijalani: hafalan kitab. Dari Jurumiyah, Imrithi, hingga Alfiyah, semuanya harus dihafal di luar kepala. Bagi Yuki, seorang santri dari desa kecil, tantangan ini bukanlah hal yang mudah.

Hari-hari Yuki dipenuhi dengan menghafal. Saat fajar menyingsing, ia sudah duduk bersila di serambi asrama, mengulang bait-bait Nahwu dan Sharaf. Ustadz Andri, sosok guru yang tegas namun penuh kasih, selalu mengawasi mereka.

“Yuki, ulangi bait ketiga Alfiyah!” suara Ustadz Andri menggema.

Yuki menarik napas dalam. “Wa astainullaha fi Alfiyyah...”

Namun, hafalannya terhenti. Ia lupa.

“Yuki, kamu harus lebih fokus,” kata Ustadz Andri sambil tersenyum.

Malam-malam Yuki pun dihabiskan dengan kitab di tangannya. Rasa kantuk dan lelah sering menghantui, tetapi ia terus berjuang. Tak jarang, ia merasa ingin menyerah.

“Apa aku sanggup menyelesaikan semuanya?” gumamnya suatu malam.

Tapi sahabat-sahabatnya, terutama Hasan dan Malik, selalu menyemangatinya. “Kita sama-sama berjuang, Yuk! Kalau kita bisa hafal 5 bait sehari, dalam 3 tahun kita tamat!”

Perlahan, hafalannya semakin kuat. Ustadz Andri mulai memperhatikannya.

Pada suatu hari, di ujian hafalan kitab, Yuki berhasil melafalkan 1002 bait Alfiyah tanpa kesalahan. Para santri bertepuk tangan, dan Ustadz Andri tersenyum bangga.

Akhirnya, di akhir tahun, Yuki dinobatkan sebagai santri teladan. Ia menangis haru. Semua kerja kerasnya terbayar.

“Ini bukan akhir, tapi awal perjalanan baru,” kata Ustadz Andri.

Yuki tersenyum. Ia siap menghadapi masa depan dengan ilmu yang telah ia pelajari.

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama