Tema: Orang yang Diperbolehkan Tidak Berpuasa dalam Islam Menurut Ulama NU
Pendahuluan
Puasa Ramadhan adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang baligh dan berakal. Namun, dalam keadaan tertentu, syariat memberikan keringanan (rukhshah) bagi orang-orang yang memiliki uzur. Dalam fiqih, hal ini dijelaskan secara rinci oleh para ulama, termasuk dalam kitab-kitab klasik yang menjadi rujukan Nahdlatul Ulama (NU).
Orang yang Diperbolehkan Tidak Berpuasa dan Dalilnya
1. Orang Sakit yang Berpotensi Bertambah Parah Jika Berpuasa
Dalilnya:
-
Al-Qur’an:
"Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajib baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain..." (QS. Al-Baqarah: 185). -
Kitab Fathul Qarib:
"Dan di antara orang yang diperbolehkan berbuka adalah orang yang sakit, apabila dia merasa khawatir akan bertambah sakit atau lambat sembuhnya berdasarkan pengalaman atau pemberitahuan dokter yang tsiqah." -
Hukum: Boleh tidak berpuasa, tetapi wajib mengganti (qadha) setelah sembuh.
2. Musafir yang Menempuh Perjalanan Jauh
Dalilnya:
-
Al-Qur’an:
"Barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan, maka ia wajib mengganti puasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain." (QS. Al-Baqarah: 185). -
Kitab Taqrirat as-Sadidah:
"Seseorang dikatakan musafir apabila menempuh perjalanan minimal 89 km, dan diperbolehkan berbuka jika perjalanan itu bukan dalam rangka maksiat." -
Hukum: Boleh berbuka, tetapi wajib mengqadha setelah Ramadhan.
3. Orang yang Sangat Lanjut Usia dan Lemah
Dalilnya:
-
Al-Qur’an:
"Dan bagi orang-orang yang berat menjalankannya, mereka wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin." (QS. Al-Baqarah: 184). -
Kitab Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab:
"Orang tua renta yang tidak mampu berpuasa tidak diwajibkan berpuasa dan juga tidak perlu mengqadha. Sebagai gantinya, mereka cukup membayar fidyah." -
Hukum: Tidak wajib berpuasa dan tidak perlu mengqadha, tetapi wajib membayar fidyah.
4. Wanita Hamil dan Menyusui
Dalilnya:
-
Hadis Rasulullah ï·º:
"Sesungguhnya Allah meringankan separuh shalat dan puasa bagi musafir, serta meringankan puasa bagi wanita hamil dan menyusui." (HR. Abu Dawud & An-Nasa’i). -
Kitab I’anah at-Thalibin:
"Jika wanita hamil atau menyusui khawatir atas dirinya atau anaknya, maka ia boleh berbuka dan wajib mengqadha serta membayar fidyah apabila hanya khawatir terhadap anaknya saja." -
Hukum:
- Jika khawatir terhadap diri sendiri → hanya wajib qadha.
- Jika khawatir terhadap anak saja → wajib qadha dan fidyah.
5. Wanita Haid dan Nifas
Dalilnya:
-
Hadis Rasulullah ï·º:
"Bukankah jika seorang wanita haid, ia tidak shalat dan tidak berpuasa?" (HR. Bukhari & Muslim). -
Kitab Fathul Mu’in:
"Wanita yang haid atau nifas haram berpuasa dan wajib mengqadhanya setelah suci." -
Hukum: Wajib berbuka dan wajib mengqadha setelah suci.
6. Orang yang Punya Pekerjaan Berat (al-Mashaqah asy-Syadidah)
Dalilnya:
-
Kitab Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab:
"Orang yang pekerjaannya sangat berat dan sulit ditinggalkan, jika benar-benar tidak mampu puasa, maka ia boleh berbuka tetapi harus mengqadha setelah Ramadhan." -
Hukum: Boleh berbuka jika benar-benar tidak mampu, tetapi wajib mengqadha.
Kesimpulan
Islam adalah agama yang memberikan kemudahan tanpa menghilangkan kewajiban. Dalam kondisi tertentu, seseorang diperbolehkan tidak berpuasa, tetapi dengan ketentuan yang telah ditetapkan syariat. Oleh karena itu, hendaknya kita memahami aturan ini dengan baik dan mengamalkannya sesuai dengan kondisi masing-masing.
Semoga Allah memberi kita kemudahan dalam menjalankan ibadah di bulan Ramadhan. آمين يا رب العالمين.
Materi ini disusun berdasarkan ajaran ulama NU dan rujukan kitab klasik seperti Fathul Qarib, I’anah at-Thalibin, Al-Majmu’, dan Taqrirat as-Sadidah. Jika ada tambahan atau pertanyaan, silakan disampaikan.
Posting Komentar