Materi Kuliah Subuh Ramadhan Hari Keduapuluhenam

Zakat Profesi Menurut Ulama NU

Pendahuluan

Alhamdulillah, kita telah memasuki hari ke-25 bulan Ramadhan, semoga Allah menerima amal ibadah kita. Pada kesempatan ini, kita akan membahas zakat profesi menurut ulama Nahdlatul Ulama (NU), yang merujuk pada kitab-kitab klasik (kutub at-turats).


Pengertian Zakat Profesi

Zakat profesi (zakat pendapatan) adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil pekerjaan atau profesi tertentu yang mendatangkan penghasilan, seperti pegawai, dokter, pengacara, guru, dan profesi lainnya.

Para ulama berbeda pendapat mengenai zakat profesi. Dalam tradisi NU yang mengikuti madzhab Syafi’i, zakat profesi dianalogikan dengan zakat pertanian yang wajib dikeluarkan saat menerima penghasilan.

Dalil Wajibnya Zakat Profesi

Dalil Al-Qur’an

Allah berfirman:

وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ
"Dan berikanlah haknya (zakat) pada hari panennya." (QS. Al-An’am: 141)

Menurut ulama, ayat ini tidak hanya berlaku untuk hasil pertanian, tetapi juga dapat dianalogikan pada penghasilan dari profesi.

Dalil Hadis

Rasulullah ﷺ bersabda:

فِي الْمَالِ حَقٌّ سِوَى الزَّكَاةِ
"Dalam harta ada hak (untuk orang lain) selain zakat." (HR. Tirmidzi)

Hadis ini menunjukkan bahwa penghasilan yang diperoleh seseorang juga mengandung hak bagi orang lain, termasuk dalam bentuk zakat.


Pandangan Ulama NU tentang Zakat Profesi

Dalam kitab Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab karya Imam An-Nawawi, disebutkan bahwa harta yang diperoleh dari hasil kerja (al-kasb) tetap harus dizakati jika memenuhi syarat tertentu.

Syaikh Wahbah Az-Zuhaili dalam Fiqh al-Islami wa Adillatuhu juga menyebutkan bahwa penghasilan dari profesi wajib dizakati sebagaimana hasil pertanian, dengan kadar zakat 2,5% dari pendapatan kotor atau bersih, tergantung pada analogi yang digunakan.


Syarat Wajib Zakat Profesi

Menurut ulama madzhab Syafi’i, zakat profesi wajib jika memenuhi tiga syarat berikut:

  1. Islam – Zakat hanya wajib bagi Muslim.
  2. Milik Sempurna – Penghasilan harus benar-benar dimiliki oleh orang tersebut.
  3. Mencapai Nisab – Nisab zakat profesi mengikuti zakat emas, yaitu 85 gram emas. Jika harga emas saat ini Rp1.000.000/gram, maka nisabnya Rp85.000.000. Jika penghasilan seseorang dalam satu tahun mencapai atau melebihi jumlah ini, maka wajib zakat.

Bagaimana Menghitung Zakat Profesi?

  1. Pendekatan Nisab Tahunan: Jika gaji per bulan Rp10.000.000, maka dalam setahun menjadi Rp120.000.000 (lebih dari nisab). Maka wajib zakat 2,5% dari total, yaitu Rp3.000.000/tahun.
  2. Pendekatan Nisab Bulanan: Jika penghasilan tiap bulan mencapai nisab (85 gram emas dibagi 12 bulan), maka zakat dikeluarkan setiap bulan.

Perbedaan Pendapat tentang Zakat Profesi

Dalam Fathul Mu’in, Syekh Zainuddin Al-Malibari menyebutkan bahwa zakat diwajibkan pada harta yang berkembang (an-nama’), seperti perdagangan dan pertanian. Profesi tidak disebut secara eksplisit, sehingga sebagian ulama tidak mewajibkan zakat profesi secara langsung.

Namun, dalam Nihayat az-Zain, dijelaskan bahwa semua harta yang diperoleh dari usaha atau penghasilan halal dan mencapai nisab tetap dikenai zakat.

Karena itu, NU cenderung mendukung zakat profesi sebagai bagian dari penyempurnaan zakat mal, meskipun ada fleksibilitas dalam penerapannya.


Kesimpulan

  1. Zakat profesi dianalogikan dengan zakat pertanian dan emas/perak.
  2. Nisabnya mengikuti emas (85 gram) dan kadarnya 2,5%.
  3. Pembayaran bisa dilakukan bulanan atau tahunan.
  4. Pendapat ulama berbeda, tetapi NU mengarahkan agar tetap berzakat demi maslahat umat.

Semoga Allah memberikan keberkahan dalam harta kita dan menerima amal ibadah kita di bulan Ramadhan ini.

Wallahu A’lam Bish-shawab.

*********

Beberapa ulama Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) yang mendukung zakat profesi, baik secara eksplisit maupun melalui analogi dengan zakat lain, antara lain:

1. Syaikh Wahbah Az-Zuhaili (1928–2015)

Dalam kitabnya Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, beliau menyatakan bahwa pendapatan dari profesi wajib dizakati, sebagaimana zakat pertanian yang dikenakan saat panen.

Dalilnya:

وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ
"Dan berikanlah haknya (zakat) pada hari panennya." (QS. Al-An’am: 141)

Karena gaji atau penghasilan diterima secara langsung seperti panen, maka wajib dikeluarkan zakatnya saat diterima.


2. Syaikh Dr. Yusuf Al-Qaradawi (1926–2022)

Dalam kitab Fiqh az-Zakah, beliau menegaskan bahwa zakat profesi termasuk dalam kategori zakat mal mustafad (harta yang diperoleh dari pekerjaan), yang dianalogikan dengan zakat emas dan perak.

Dalilnya:

فِي الْمَالِ حَقٌّ سِوَى الزَّكَاةِ
"Dalam harta ada hak (untuk orang lain) selain zakat." (HR. Tirmidzi)

Ini menunjukkan bahwa penghasilan seseorang juga memiliki hak orang lain yang harus dikeluarkan dalam bentuk zakat.


3. Syaikh Muhammad Abu Zahrah (1898–1974)

Dalam Zakat beliau menyatakan bahwa penghasilan dari profesi modern seperti dokter, insinyur, pengacara, dan pegawai negeri wajib dizakati sebagaimana zakat perdagangan.

Dalilnya:

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
"Ambillah zakat dari harta mereka untuk membersihkan dan menyucikan mereka." (QS. At-Taubah: 103)

Zakat profesi termasuk dalam bentuk penyucian harta yang diperoleh dari usaha kerja keras.


4. Ulama NU yang Mendukung Zakat Profesi

Di Indonesia, banyak ulama NU yang mendukung zakat profesi, antara lain:

  • KH. Sahal Mahfudz (Mantan Rais Aam PBNU dan Ketua BAZNAS) menyebutkan bahwa zakat profesi dianalogikan dengan zakat pertanian, sehingga bisa dikeluarkan saat menerima penghasilan.
  • KH. Ali Yafie (Mantan Ketua MUI) menyatakan bahwa zakat profesi merupakan bagian dari pengembangan fiqih zakat modern agar lebih relevan dengan kondisi ekonomi umat Islam saat ini.

Kesimpulan

Mayoritas ulama Aswaja mendukung zakat profesi berdasarkan analogi dengan zakat pertanian, emas/perak, dan perdagangan. Walaupun tidak disebut secara eksplisit dalam fiqih klasik, pendekatan maqashid syariah (tujuan syariat) menunjukkan bahwa zakat profesi penting untuk menegakkan keadilan sosial dan membantu fakir miskin.

Wallahu A’lam Bish-shawab.

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama