Cara Taqlid dari Mazhab Syafi'i ke Mazhab Maliki dalam Urusan Fikih

Dalam Islam, taqlid berarti mengikuti pendapat seorang imam mazhab tanpa mengetahui dalilnya secara mendetail. Umat Islam yang mengikuti mazhab Syafi’i terkadang ingin beralih atau bertaqlid ke mazhab Maliki dalam beberapa persoalan fikih. Hal ini bisa terjadi karena alasan kemudahan, keyakinan bahwa pendapat Maliki lebih kuat dalam kasus tertentu, atau karena kondisi tertentu yang membuat seseorang lebih nyaman mengikuti mazhab Maliki.

Namun, taqlid dari mazhab Syafi'i ke mazhab Maliki harus dilakukan dengan cara yang benar agar tidak jatuh dalam talfiq yang dilarang (mencampur pendapat yang berakibat tidak sahnya ibadah). Berikut adalah cara taqlid yang benar dari mazhab Syafi'i ke mazhab Maliki:

1. Memahami Prinsip Taqlid

Sebelum bertaqlid, seseorang harus memahami bahwa:

  • Taqlid hanya boleh dilakukan dalam masalah furu' (cabang hukum), bukan dalam masalah ushul (pokok akidah).
  • Tidak boleh bertaqlid secara sembarangan atau memilih yang paling ringan tanpa pertimbangan ilmiah.
  • Taqlid dilakukan untuk mengikuti pendapat yang lebih kuat atau sesuai dengan kondisi seseorang.

2. Mengetahui Perbedaan Ushul Fikih Syafi'i dan Maliki

Setiap mazhab memiliki metode istinbath hukum yang berbeda. Beberapa perbedaan penting antara Syafi'i dan Maliki:

  • Dalil: Mazhab Syafi’i lebih mengutamakan qiyas (analogi), sedangkan Mazhab Maliki mengutamakan amal ahlul Madinah (praktik penduduk Madinah).
  • Kaidah dalam Ibadah: Syafi'i lebih berhati-hati dalam masalah kesucian, sedangkan Maliki lebih memperhatikan kemudahan dalam praktik ibadah.
  • Pendekatan dalam Muamalah: Mazhab Maliki lebih fleksibel dalam beberapa transaksi ekonomi dibandingkan Mazhab Syafi'i.

3. Menentukan Masalah yang Hendak Ditaqlidi

Taqlid sebaiknya dilakukan dalam kasus tertentu yang dibutuhkan, seperti:

  • Wudhu dan Najis: Dalam Mazhab Maliki, najis yang kering dan tidak berpindah tidak dianggap menajiskan. Ini bisa memudahkan bagi seseorang yang sulit menghindari najis di tempat umum.
  • Shalat: Dalam Mazhab Maliki, menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu kecuali dengan syahwat, berbeda dengan Mazhab Syafi’i yang lebih ketat.
  • Puasa: Mazhab Maliki membolehkan puasa seseorang yang lupa niat di malam hari, asalkan masih di waktu Subuh.
  • Nikah: Mazhab Maliki tidak mensyaratkan wali dalam akad nikah jika perempuan sudah baligh dan cerdas, sementara Mazhab Syafi'i mensyaratkannya.

4. Mengikuti Mazhab Maliki Secara Konsisten dalam Masalah yang Ditaqlidi

Ketika seseorang sudah memilih untuk bertaqlid dalam suatu masalah, maka ia harus mengikuti konsekuensi dari pendapat tersebut. Contohnya, jika seseorang mengikuti Mazhab Maliki dalam wudhu yang tidak batal karena menyentuh wanita, maka ia harus mengikuti aturan Mazhab Maliki secara lengkap, termasuk tata cara wudhunya.

5. Menghindari Talfiq yang Tidak Sah

Talfiq yang dilarang adalah mencampur hukum dari dua mazhab sehingga menghasilkan suatu amalan yang tidak sah menurut kedua mazhab tersebut. Contohnya:

  • Mengikuti Mazhab Maliki dalam wudhu (tidak batal karena menyentuh wanita) tetapi tetap mengikuti Mazhab Syafi'i dalam tata cara wudhu yang lebih ringan.
  • Mengikuti Mazhab Maliki dalam nikah tanpa wali, tetapi mengikuti Mazhab Syafi'i dalam bagian lain yang menyebabkan pernikahan tersebut tidak sah dalam kedua mazhab.

6. Berkonsultasi dengan Ulama atau Ahli Fikih

Bagi yang ingin bertaqlid dalam masalah tertentu, sebaiknya berkonsultasi dengan ulama atau ahli fikih yang memahami kedua mazhab. Ini penting agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami hukum.

Kesimpulan

Taqlid dari Mazhab Syafi'i ke Mazhab Maliki diperbolehkan selama dilakukan dengan cara yang benar, tidak asal memilih yang mudah, dan tidak jatuh dalam talfiq yang dilarang. Memahami ushul fikih masing-masing mazhab, mengetahui konsekuensi hukum, serta berkonsultasi dengan ulama adalah langkah yang penting dalam proses taqlid ini.

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama