Hari Santri Nasional 2025: Menjaga Marwah Kiai, Santri, dan Pesantren

Hari Santri Nasional 2025: Menjaga Marwah Kiai, Santri, dan Pesantren 

Oleh: MM

Hari Santri Nasional 2025 menjadi momentum reflektif bagi umat Islam, khususnya kalangan Nahdlatul Ulama (NU), untuk kembali menegaskan peran santri dalam menjaga nilai keilmuan, moral, dan kebangsaan. Di tengah derasnya arus informasi dan media massa, kehormatan kiai, santri, dan pesantren kerap diuji oleh pemberitaan atau tayangan yang kurang sensitif terhadap nilai-nilai keagamaan.

Belakangan, muncul kegelisahan di kalangan masyarakat pesantren atas tayangan di salah satu media nasional yang dianggap menyinggung simbol-simbol keulamaan. Bagi kalangan pesantren, kiai bukan sekadar tokoh agama, tetapi juga sumber ilmu dan teladan moral. Pelecehan terhadap marwah kiai sejatinya bukan hanya menyakiti perasaan umat Islam, tetapi juga merendahkan nilai-nilai luhur pendidikan yang menjadi ruh pesantren.

Namun, respon yang ditunjukkan para santri dan masyarakat pesantren tetap elegan dan penuh adab. Kritik disampaikan dengan argumentasi ilmiah, mengedepankan dialog dan penjelasan berbasis pengetahuan. Inilah cermin kualitas santri sejati — mereka tidak mudah terprovokasi, tetapi juga tidak tinggal diam terhadap ketidakadilan.

Pesantren-pesantren di bawah naungan Nahdlatul Ulama mengajak seluruh pihak, termasuk lembaga penyiaran dan pemerintah, untuk lebih berhati-hati dalam mengelola informasi publik. Kebebasan berekspresi memang dijamin, tetapi harus disertai tanggung jawab moral dan penghormatan terhadap nilai-nilai budaya serta agama bangsa Indonesia.

Santri juga menyerukan agar pemerintah dan lembaga penyiaran memperkuat regulasi etika media. Setiap bentuk pelecehan terhadap simbol keagamaan harus ditindak secara tegas dan transparan agar tidak menimbulkan luka sosial di tengah masyarakat.

Hari Santri Nasional kali ini menjadi pengingat bahwa santri bukan hanya penjaga tradisi keilmuan Islam, tetapi juga penjaga martabat bangsa. Mereka membela kiai bukan karena fanatisme, melainkan karena cinta terhadap ilmu dan akhlak. Sikap santun, tegas, dan berlandaskan ilmu adalah wajah sejati santri Indonesia — wajah yang akan terus menerangi negeri ini dengan cahaya ilmu dan keteduhan akhlak.

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama