Hukum Bermain Alat Musik Menurut Ulama NU

Dalam Islam, hukum bermain alat musik menjadi salah satu pembahasan yang memiliki berbagai pendapat di kalangan ulama. Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi Islam yang berpegang pada mazhab Syafi’i dan manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah memiliki pandangan yang moderat dalam hal ini. Secara umum, ulama NU membolehkan permainan alat musik dengan beberapa syarat dan batasan.

Pendapat Ulama NU tentang Alat Musik

1. Hukum Asal Alat Musik adalah Mubah

Ulama NU berpandangan bahwa hukum asal alat musik adalah mubah (boleh) selama tidak membawa kepada kemaksiatan. Hal ini merujuk pada dalil-dalil yang menunjukkan bahwa musik dan alat musik pernah digunakan dalam sejarah Islam, termasuk pada masa Rasulullah ﷺ.

Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin menyatakan bahwa musik dan nyanyian itu sendiri bukan sesuatu yang haram, selama tidak menimbulkan dampak negatif. Bahkan beliau menyebutkan bahwa mendengarkan musik bisa menjadi cara untuk menenangkan hati dan meningkatkan spiritualitas seseorang.

2. Alat Musik yang Diperbolehkan

Beberapa alat musik yang secara jelas diperbolehkan dalam Islam berdasarkan hadis dan pendapat ulama NU antara lain:

  • Rebana (Duff): Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Rasulullah ﷺ membolehkan permainan rebana saat acara pernikahan.
  • Seruling dan alat musik lainnya: Sebagian ulama NU memperbolehkan selama tidak mengarah kepada kemaksiatan.

3. Musik yang Diharamkan

Ulama NU mengharamkan alat musik dan nyanyian jika mengandung unsur berikut:

  • Melalaikan dari ibadah: Jika musik membuat seseorang lalai dari kewajiban shalat dan dzikir, maka hukumnya menjadi haram.
  • Mengandung maksiat: Jika musik mengandung lirik yang mengajak kepada kemaksiatan seperti pergaulan bebas, minuman keras, atau perkataan kotor, maka dilarang.
  • Menggunakan alat musik yang khusus digunakan untuk maksiat: Jika alat musik tersebut identik dengan kegiatan yang diharamkan, maka penggunaannya juga dilarang.

4. Musik dalam Konteks Dakwah

Ulama NU juga banyak yang memanfaatkan musik dalam dakwah, seperti sholawat, hadroh, dan qasidah. Musik jenis ini justru dianggap sebagai sarana yang baik untuk menyebarkan ajaran Islam. Contoh nyata adalah grup sholawat seperti Al-Fauzani, Al-Fata, dan Al-Faiz Bidayatul Faizin yang menggunakan musik sebagai media dakwah.

Kesimpulan

Berdasarkan pandangan ulama NU, bermain alat musik dibolehkan selama tidak mengandung unsur maksiat dan tidak melalaikan ibadah. Bahkan, jika musik digunakan untuk dakwah dan menenangkan hati, maka hukumnya bisa menjadi mustahab (dianjurkan). Namun, jika musik digunakan untuk tujuan maksiat atau melalaikan dari kewajiban agama, maka hukumnya menjadi haram.

Dengan demikian, NU mengambil pendekatan wasathiyah (moderat) dalam hukum alat musik, dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip syariat Islam dan nilai-nilai moral.

******************************

Hukum Bermain Gitar Menurut Ulama Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja)

Dalam pandangan ulama Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja), termasuk para ulama dari Nahdlatul Ulama (NU) yang berpegang pada mazhab Syafi’i, hukum bermain gitar dan alat musik lainnya tergolong dalam masail ijtihadiyah (masalah yang masih diperdebatkan). Para ulama berbeda pendapat mengenai hukumnya, tergantung pada tujuan dan dampak penggunaannya.

Pendapat Ulama Aswaja tentang Gitar

1. Pendapat yang Mengharamkan

Sebagian ulama dari mazhab Syafi’i dan Hanbali berpendapat bahwa alat musik bertali, termasuk gitar, haram dimainkan karena dianggap termasuk lahwun (perkara yang melalaikan) dan bisa membawa kepada kemaksiatan.

Pendapat ini didasarkan pada hadis Nabi Muhammad ﷺ:

لَيَكُونَنَّ مِن أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالحَرِيرَ وَالخَمْرَ وَالمَعَازِفَ
“Akan ada di antara umatku orang-orang yang menghalalkan zina, sutra, khamr, dan alat musik.”
(HR. Bukhari)

Sebagian ulama memahami kata “ma’azif” dalam hadis ini sebagai larangan atas semua alat musik, termasuk gitar. Oleh karena itu, mereka menganggap gitar sebagai sesuatu yang dilarang, terutama jika dimainkan dalam konteks hiburan yang menjauhkan dari ibadah.

2. Pendapat yang Membolehkan dengan Syarat

Sebagian besar ulama Aswaja, terutama dari kalangan ulama NU dan mazhab Maliki, membolehkan permainan gitar dengan syarat tidak digunakan untuk maksiat dan tidak melalaikan ibadah. Mereka menafsirkan hadis di atas sebagai larangan terhadap musik yang digunakan dalam konteks maksiat, bukan larangan mutlak terhadap alat musik itu sendiri.

Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menyatakan bahwa musik dan alat musik bisa menjadi mubah (boleh) atau bahkan mustahab (dianjurkan) jika membawa manfaat, seperti menenangkan hati atau digunakan dalam dakwah Islam.

Pendapat ini juga didukung oleh ulama seperti:

  • Imam Ibnu Hazm, yang menyatakan bahwa tidak ada dalil yang jelas mengharamkan semua alat musik.
  • Imam Al-Qarafi, yang menyebutkan bahwa alat musik bisa menjadi halal atau haram tergantung pada penggunaannya.

Syarat Gitar Dibolehkan

Jika seseorang ingin bermain gitar dalam Islam, ulama Aswaja memberikan beberapa syarat agar tetap dalam koridor yang diperbolehkan:

  1. Tidak Melalaikan Ibadah – Jika bermain gitar menyebabkan seseorang meninggalkan shalat atau kewajiban lainnya, maka hukumnya haram.
  2. Tidak Mengandung Maksiat – Jika gitar digunakan untuk mengiringi lagu-lagu yang mengandung maksiat, lirik yang mengarah pada zina, atau budaya hedonisme, maka dilarang.
  3. Digunakan untuk Hal yang Baik – Jika gitar digunakan dalam dakwah Islam, seperti sholawat, qasidah, atau nasyid, maka hukumnya bisa mubah atau bahkan dianjurkan.
  4. Tidak Membawa Fitnah atau Kerusakan Moral – Jika permainan gitar membawa pengaruh buruk bagi diri sendiri atau masyarakat, maka sebaiknya dihindari.

Kesimpulan

Berdasarkan pendapat ulama Aswaja, hukum bermain gitar bergantung pada niat dan penggunaannya:

  • Jika digunakan untuk maksiat dan melalaikan ibadah, maka haram.
  • Jika digunakan untuk hiburan yang tidak bertentangan dengan syariat, maka mubah.
  • Jika digunakan untuk dakwah dan syiar Islam, maka bisa menjadi mustahab (dianjurkan).

Pendekatan ini mencerminkan sikap moderat ulama Aswaja, khususnya NU, dalam memahami hukum alat musik seperti gitar dalam kehidupan sehari-hari.



0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama